Di tengah persaingan dunia Seni lukis yang semakin ketat, perupa beken asal Banjarnegara, yang punya nama lengkap Budiyanto (54 th), hingga kini belum berubah pikiran dan masih tetap pada pendirian semula yakni menekuni aliran naturalis realis. Kenyataan itu masih dibuktikan dengan karya-karya teranyarnya yang pada umumnya adalah lukisan pemandangan dan wajah.
Ditemui di rumah kediamannya disebelah barat kantor Dindikpora Kabupaten Banjarnegara belum lama ini, Budy-III demikian nama panggilan akrabnya menuturkan, tingkat kesulitan menuangkan ekspresi, pewarnaan dan permainan penyinaran adalah pekerjaan yang mengasikkan dan itu dijadikan alasan paling tepat mengapa ia bertahan di aliran tersebut.
Sambil terus mengayunkan kwas halusnya di selembar kanvas, Budy-III mengaku sudah sekitar 40 tahun ia menjadi seorang pelukis. Sejak SMP saya sudah senang corat-coret di kertas dan hingga kini sudah menghasilkan ratusan karya seni yang cukup bagus, katanya.
Selama ini Budy-III hanya melukis berdasarkan pesanan dari konsumen, harganya berfariasi mulai dari Rp 500.000,- sampai Rp 3.000.000,- tergantung tingkat kesulitan dan bahan baku yang digunakan. Bahan baku tersebut adalah cat minyak dan kanvas, cat minyak dan kanvas yang bagus sangat berpengaruh pada hasil sebuah karya lukisan, imbuhnya. Biasanya untuk sebuah lukisan realis, Budy-3 membutuhkan waktu sekitar satu minggu, sedangkan untuk lukisan dengan tingkat kesulitan yang tinggi bisa mencapai dua minggu.
Budy-III selama ini memang dikenal sebagai pelukis yang dekat dengan lingkungan sosial. Lewat lukisan “Bencana banjir” di luar negeri misalnya, dengan mengungkapkan bahasa kanvas yang jelas disertai permainan warna yang harmoni, ia memperlihatkan kepekaannya menangkap kehidupan masyarakat pedesaan di daerah India yang terkena musibah banjir. Begitu pula dalam lukisan berjudul “Pemecah Batu” di pinggiran kali Serayu dan “Berangkat ke sekolah” serta lukisan wajah seorang tua yang semuanya membuat mata betah untuk memandanginya.
Pelukis kelahiran tahun 1957 itu memang belum sempat menggaet papan atas dunia seri rupa nasional. Meski begitu karya lukisannya yang sudah mencapai ratusan lembar itu mampu menyihir penggemar seni rupa untuk betah memandanginya. Kepekaan menuangkan ekspresi, sabetan kwas serta sentuhan warna yang mempesona, nampaknya juga menjadi kekuatan tersendiri.
Seiring dengan kematangannya, nama Budy-III memang belum memperoleh kesempatan untuk menggaet posisi papan atas seni lukis baik tingkat regional maupun nasional. Barangkali itu hanya persoalan waktu dan kesempatan saja, ucap Budiyanto sambil terus mengayunkan kwas halusnya di selembar kanvas lukisan mantan Bupati Banjarnegara.
Tetapi suatu saat perupa yang gemar kopi dan rokok itu akan berusaha menggunakan hak pribadinya untuk bisa menggapai imajinasinya. Setidaknya ia telah melakukan kerjasama dengan tiga galeri yang sudah dirintis sekitar satu setengah tahun yang lalu di Jakarta. Saya masih punya sekitar 20 lembar lukisan naturalis realis di Jakarta, imbuh Budy.
Kini Budiyanto sedang liburan di Banjarnegara untuk beberapa waktu, itupun pesanan terus mengalir. Jika rencananya dikabulkan oleh Tuhan, ia akan tetap tinggal dan berkarya di Banjarnegara sampai kapan saja, ucap Budy-III mengakhiri bincang-bincangnya dengan Penjaga gawsang web ini. (s.bag)